Nasehat-nasehat Imam Hasan Al-Bashri Rahimahullah

Al-Imam Al-Hasan Al-Bashri rahimahullahu berkata,

“Demi Dzat Yang tidak ada sesembahan yang berhak diibadahi kecuali Dia, menegakkan As-Sunnah itu berada di antara dua kelompok. (Kelompok) yang ghuluw dan (kelompok) yang bersikap meremehkan. Maka bersabarlah kalian di dalam mengamalkan As-Sunnah, semoga Allah Subhanahu wa Ta’ala senantiasa merahmati kalian. Sesungguhnya pada waktu yang lalu Ahlus Sunnah adalah golongan yang paling sedikit jumlahnya. Maka demikian pula pada waktu yang akan datang, mereka adalah golongan yang paling sedikit jumlahnya. Ahlus Sunnah adalah orang-orang yang tidak mengikuti kemewahan manusia. Tidak pula mengikuti kebid’ahan manusia. Mereka senantiasa bersabar di dalam mengamalkan As-Sunnah sampai bertemu dengan Rabb mereka. Maka hendaknya kalian pun demikian.” (Syarah Ath-Thahawiyyah, 2/326)

Al-Imam Hasan Al-Bashri rahimahullah berkata :

“Wahai manusia, sesungguhnya aku tengah menasihati kalian, dan bukan berarti aku orang yang terbaik di antara kalian, bukan pula orang yang paling shalih di antara kalian. Sungguh, akupun telah banyak melampaui batas terhadap diriku. Aku tidak sanggup mengekangnya dengan sempurna, tidak pula membawanya sesuai dengan kewajiban dalam menaati Rabb-nya. Andaikata seorang muslim tidak memberi nasihat kepada saudaranya kecuali setelah dirinya menjadi orang yang sempurna, niscaya tidak akan ada para pemberi nasihat. Akan menjadi sedikit jumlah orang yang mau memberi peringatan dan tidak akan ada orang-orang yang berdakwah di jalan Allah ‘Azza wa Jalla, tidak ada yang mengajak untuk taat kepada-Nya, tidak pula melarang dari memaksiati-Nya. Namun dengan berkumpulnya ulama dan kaum mukminin, sebagian memperingatkan kepada sebagian yang lain, niscaya hati-hati orang-orang yang bertakwa akan hidup dan mendapat peringatan dari kelalaian serta aman dari lupa dan kekhilafan. Maka terus meneruslah berada pada majelis-majelis dzikir (majelis ilmu), semoga Allah ‘Azza wa Jalla mengampuni kalian. Bisa jadi ada satu kata yang terdengar dan kata itu merendahkan diri kita namun sangat bermanfaat bagi kita. Bertaqwalah kalian semua kepada Allah ‘Azza wa Jalla dengan sebenar-benarnya taqwa dan janganlah kalian mati kecuali dalam keadaan muslim.”

Al-Hasan Al-Basri berkata :

“Demi Allah saya tidaklah ta’ajjub (heran) dengan sesuatu seperti keheranan saya kepada seseorang yang tidak menganggap bahwa cinta dunia itu termasuk dosa besar, demi Allah sesungguhnya cinta kepada dunia termasuk dosa besar, tidaklah cabang-cabang dosa besar itu melainkan dengan sebab cinta dunia? Tidaklah berhala-berhala disembah, dan Allah Subhanahu wa Ta’ala didurhakai melainkan karena cinta dunia ? (ya). Maka seorang yang mengetahui tidak akan mengeluh dari kehinaan dunia, dan tidak akan berlomba-lomba mendekati dunia dan tidak akan putus asa karena jauh dari dunia” [Hilyatul Aulia 6/13, dan lihat Siyar ‘Alaamun An-Nubala 7/259]

Posted with WordPress for BlackBerry.

Kedermawanan Aisyah radhiyallahu’anha

Imam Malik rahimahullah telah meriwayatkan dalam Kitab al-Muwaththa’, “Bahwasanya telah sampai kepadanya dari Aisyah -istri Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam- bahwa seorang miskin meminta kepadanya, sedang dia berpuasa dan tidak ada suatu makanan pun di rumahnya kecuali roti kering, lalu dia berkata kepada pelayannya, ‘Berikanlah roti itu kepadanya’, pelayan itu berkata, ‘Tidak ada lagi makanan yang dapat engkau makan untuk berbuka’, Aisyah berkata, ‘Berikanlah roti itu kepadanya’, dia berkata, ‘Lalu saya memberikannya’, dan di sore hari kami diberi sebuah hadiah dari keluarga atau dari seseorang yang tidak pernah menghadiahkan kepada kami seekor domba, dan dia menutupinya dengan pengharum, lalu Aisyah memanggilku seraya berkata, ‘Makanlah makanan ini, hal ini lebih baik dari sepotong rotimu tadi’.”

Dan dari Ibnu az-Zubair -semoga Allah meridhoinya- berkata, “Saya tidak pernah melihat dua wanita yang lebih dermawan daripada Aisyah dan Asma’ radhiallahu ‘anhuma. Adapun Aisyah, ia selalu mengumpulkan sesuatu hingga bila telah terkumpul banyak, maka dia membagi-bagikannya, sedangkan Asma’ maka dia tidak menyimpan sesuatu pun untuk keesokan harinya.” (HR. Al-Bukhari, al-Adab al-Mufrad, hal. 43.)

———————
Dikutip melalui Group BBM al-Ilmu

Posted with WordPress for BlackBerry.

Zuhud Terhadap Popularitas

Abdullah bin Mubarak pernah berkata, “Jadilah orang yang menyukai status tersembunyi (tidak tersohor) dan membenci popularitas. Namun jangan tampakkan bahwa engkau menyukai status tersebut sehingga menjadi tinggi hati. Sesungguhnya klaim sebagai zuhud yg berasal dari dirimu sendiri, justru mengeluarkanmu dari kezuhudan. Karena dengan cara itu, kamu telah menarik pujian dan sanjungan untuk dirimu.” [Shifat ash-Shafwah]

Ibnu Muhairiz pernah berkata kepada Fadhalah bin Ubaid, “Berikan wasiat kpdku.” Maka beliau berkata, “Ada beberapa hal yang semoga Allah Subhaanahu wa Ta’alaa menjadikannya berguna untukmu. Jika engkau bisa tidak dikenal orang, maka usahakanlah. Jika engkau mampu hanya mendengar tanpa berbicara maka usahakanlah. Dan jika engkau mampu hanya menghadiri majelis tanpa orang datang ke majelismu, maka usahakanlah.” [Siyar A’lam an-Nubala]

——————–
Dikutip via Group BBM Al-Ilmu

Posted with WordPress for BlackBerry.

Renungan Bagi Para Penuntut Ilmu

قال بعض الحكماء : العلم خادم العمل ، والعمل غاية العلم ، فلولا العمل لم يطلب علم ولولا العلم لم يطلب عمل ، ولأن أدع الحق جهلا به أحب إلي من أن أدعه زهدا فيه
Para ahli hikmah mengatakan:
“Ilmu adalah pelayan amal, sedangkan amal adalah tujuan akhir dari ilmu. Andai bukan karena amal, maka takkan dicari ilmu, dan andai bukan karena ilmu takkan diminta amal.
Meninggalkan suatu amal kebaikan karena tidak tahu lebih aku sukai daripada meninggalkannya karena malas melakukannya.
 
كما لا تنفع الأموال إلا بإنفاقها ، كذلك لا تنفع العلوم إلا لمن عمل بها ، وراعى واجباتها
Harta takkan bermanfaat tanpa dibelanjakan. Demikian pula ilmu takkan bermanfaat tanpa diamalkan dan diperhatikan tuntutannya.
 
فلينظر امرؤ لنفسه ، وليغتنم وقته ، فإن الثواء قليل والرحيل قريب ، والطريق مخوف ، والاغترار غالب ، والخطر عظيم ، والناقد بصير ، والله تعالى بالمرصاد ، وإليه المرجع والمعاد ( فمن يعمل مثقال ذرة خيرا يره ، ومن يعمل مثقال ذرة شرا يره
Hendaknya setiap orang memperhatikan dirinya sendiri dan memanfaatkan waktu sebaik mungkin, karena hidup ini sebentar, kematian sangat dekat, jalan sangat mengerikan, tipuan di sana-sini, bahaya malang melintang, malaikat maut selalu mengintai, Allah swt selalu mengawasi, kepada-Nya tempat kembali. “Barangsiapa beramal baik sekecil apapun akan melihatnya, barangsiapa beramal buruk sekecil apapun akan melihatnya pula”.
 
قال رسول الله صلى الله عليه وسلم : « لا تزول قدما عبد يوم القيامة حتى يسأل عن أربع : عن عمره فيما أفناه، وعن علمه ماذا عمل فيه ، وعن ماله من أين اكتسبه وفيما أنفقه ، وعن جسمه فيما أبلاه»
Rasulullah صلى اَللّهُ عليه وسلم bersabda: “Pada hari kiamat, setiap orang takkan dibiarkan berlalu selangkah pun sampai ditanya tentang empat perkara: tentang umurnya bagaimana ia menghabiskannya, tentang ilmunya apa yang sudah diamalkan, tentang hartanya dari mana mendapatkannya dan ke mana dibelanjakannya, dan tentang jasadnya untuk apa digunakan” (HR. Ad-Darimi, Tirmidzi: Hasan Shahih)

Posted with WordPress for BlackBerry.

Mengamalkan Ilmu

Abu Darda radhiyallhu‘anhu berkata, “Engkau tidak akan menjadi seorang ‘alim hingga engkau menjadi orang yang belajar. Dan engkau tidak dianggap ‘alim tentang suatu ilmu, sampai engkau mengamalkannya.”

‘Ali bin Abi Thalib radhiyallahu‘anhu berkata, “Ilmu membisikkan untuk diamalkan kalau seorang menyambut (maka ilmu itu akan bertahan bersama dirinya). Bila tidak demikian maka ilmu itu akan pergi.”

Fudhail bin Iyadh rahimahullah berkata, “Seorang ‘alim senantiasa dalam keadaan bodoh hingga dia mengamalkan ilmunya. Bila dia sudah mengamalkannya, barulah ia menjadi ‘alim.”

———————-
Diambil dari ‘Awa’iq Ath Thalab, hal.17-18
Sumber: Majalah Asy-Syariah Vol IV/No 45/1429 H/ 2008, via Group BBM Al-Ilmu

Keutamaan Ilmu

‘Ali bin Abi Thalib Radhiyallahu ‘anhu berkata,

“Ilmu itu lebih baik daripada harta. Ilmu itu akan menjagamu, sadangkan harta engkaulah yang menjaganya.

‘Ilmu itu semakin berkembang dengan diinfakkan, sedangkan harta akan berkurang jika dinafkahkan.

‘Ilmu adalah yang mengaturmu, sedangkan harta, engkau yang akan mengaturnya.

‘Mencintai ilmu adalah agama yang seseorang itu beribadah dengannya. Ilmu akan membuahkan keta’atan di dalam kehidupan pemiliknya serta mengharumkan namanya setelah ia meninggal dunia.

‘Kebaikan para pemelihara harta akan lenyap bersamaan dengan kepergiaannya. Para penimbun harta (pada hakikatnya) telah mati (meskipun) mereka itu masih hidup.

‘Adapun para ulama tetap kekal sepanjang masa. Jasad mereka telah tiada, namun kenangan tentang mereka senantiasa melekat di hati manusia.”

———————–
Dikutip dari Durus fil Qira’ah al-Mustawa ar-Rabi’ hlm.16, via Group BBM Al-Ilmu

Posted with WordPress for BlackBerry.

Sedekah Mengobati Penyakit

Dari Al-Hasan: Rasulullah صلى اَللّهُ عليه وسلم bersabda: “…Obatilah orang-orang sakit kamu dengan sedekah..”. [HR Ath-Thabrani dan Al-Baihaqi, dan dihasankan oleh Syaikh Al-Albani dalam Shahih Targhib, no.744.]

Kisah Nyata

Kisah ini terjadi pada Imam Al-Hakim Abu Abdillah, penulis kitab Al-Mustadrak. Beliau pernah terkena penyakit borok di wajahnya, ia sudah berusaha berobat dengan segala cara namun tak kunjung sembuh.

Beliaupun datang kepada Abu ‘Utsman Ash-Shabuni agar mendo’akan kesembuhan untuknya. Abu ‘Utsman-pun mendo’akannya di hari jum’at dan banyak orang yang mengaminkan.

Di hari jum’at mendatang, datanglah seorang wanita membawa secarik kertas dan bercerita bahwa ia telah bersungguh sungguh mendo’akan untuk kesembuhan beliau. Lalu wanita itu bermimpi bertemu Rasulullah صلى اَللّهُ عليه وسلم dan bersabda: “Katakan kepada Abu Abdillah, Hendaklah ia mengalirkan air untuk kaum muslimin.”

Maka beliaupun segera membangun sumur di dekat rumahnya dan menyediakan airnya untuk diminum oleh manusia.

Seminggu kemudian….

Tampak kesembuhan terlihat pada wajah beliau dan akhirnya hilang sama sekali. Dan beliau hidup beberapa tahun setelah itu. [Shahih Targhib, no.964]

Subhanallah…

——————–
Oleh: Ustz. Badrussalam, Lc. via Group BBM Al-Ilmu

Posted with WordPress for BlackBerry.

Makna Dan Hakikat Zuhud Dalam Surah Al-Hadiid, Ayat 20-23

Bacalah perlahan firman Allah Subhaanahu wa Ta’alaa ini dengan meresapi setiap maknanya. Agar kita tidak menjadi orang yang tertipu dengan kehidupan dunia yang melalaikan ini, dan bersegera mempersiapkan bekal untuk kehidupan yang kekal nanti.

Surah Al-Hadiid, ayat 20-23 yang artinya:

“Ketahuilah, bahwa sesungguhnya kehidupan dunia itu hanyalah permainan dan suatu yang melalaikan, perhiasan dan bermegah-megah antara kamu serta berbangga-bangga tentang banyaknya harta dan anak, seperti hujan yang tanam-tanamannya mengagumkan para petani; kemudian tanaman itu menjadi kering dan kamu lihat warnanya kuning kemudian menjadi hancur. Dan di akhirat (nanti) ada azab yang keras dan ampunan dari Allah serta keridhaan-Nya. Dan kehidupan dunia ini tidak lain hanyalah kesenangan yang menipu. Berlomba-lombalah kamu kepada (mendapatkan) ampunan dari Tuhanmu dan surga yang luasnya seluas langit dan bumi, yang disediakan bagi orang-orang yang beriman kepada Allah dan Rasul-rasul-Nya. Itulah karunia Allah, diberikan-Nya kepada siapa yang dikehendaki-Nya. Dan Allah mempunyai karunia yang besar. Tiada suatu bencanapun yang menimpa di bumi dan (tidak pula) pada dirimu sendiri melainkan telah tertulis dalam kitab (Lauh Mahfuzh) sebelum Kami menciptakannya. Sesungguhnya yang demikian itu adalah mudah bagi Allah. (Kami jelaskan yang demikian itu) supaya kamu jangan berduka cita terhadap apa yang luput dari kamu, dan supaya kamu jangan terlalu gembira terhadap apa yang diberikan-Nya kepadamu. Dan Allah tidak menyukai setiap orang yang sombong lagi membanggakan diri.”

Ayat di atas mengungkapkan tentang makna dan hakikat zuhud dalam kehidupan dunia. Ayat ini menerangkan tentang hakikat dunia yang sementara dan hakikat akhirat yang kekal. Kemudian menganjurkan orang-orang beriman untuk berlomba meraih ampunan dari Allah dan surga-Nya di akhirat.

——————–
Disalin dari Group BBM al-Ilmu, dengan sedikit perubahan.

Posted with WordPress for BlackBerry.

Tangisan Umar bin Abdul Aziz

Dari Ustz. Syafiq (Madinah) UNTUK SIAPA SAJA YANG MENJABAT URUSAN UMMAT

Bacalah kisah ini!!!

Moga menjadi cemeti untuk kerakusan jiwa

Menjadi gada pelebur ketundukan pada dunia

Menjadi teralis penghalang dari keinginan pada harta dan tahta

Fathimah binti Husain, istri Khalifah Umar bin Abdil Aziz bercerita:
“Pasa suatu hari aku masuk ke dalam Mushalla Umar, sedangkan aku melihat air matanya mengalir di jenggotnya, maka akupun bertanya,
“Apakah telah terjadi sesuatu???

Umarpun berkata:
“Aku telah menjabat sebagai khalifah yang mengurusi urusan Ummat Muhammad صلى اَللّهُ عليه وسلم
Aku kepikiran dengan orang fakir miskin yang kelaparan
Aku kepikiran dengan orang sakit yang tidak diperhatikan
Aku kepikiran dengan prajurit yang berperang
Dengan orang lemah yang dizhalimi
Dengan orang asing yang ditawan
Dengan manula yang tua renta
Dengan orang yang banyak tanggungan keluarganya sedang hartanya sedikit
Dan dengan orang-orang yang kondisinya mirip dengan mereka, yang tersebar di belahan bumi

Dan Aku yakin bahwa kelak Allah pada hari kiamat akan meminta pertanggungan jawabku atas mereka

Dan yang akan menjadi penuntutku mewakili mereka Adalah Muhammad صلى اَللّهُ عليه وسلم (karena mereka adalah ummatnya).
Aku takut alasan dan argumentasiku tidak diterima, dalam persidangan itu.

Maka aku merasa kasihan dengan diriku sendiri, dan akupun menangis…”

(Ibnul Atsir, Al Kamil fi at Tarikh, 2/372, Syamilah)

MENANGISLAH 
TATKALA TETESAN AIR MATA MASIH BERGUNA….

———————-
Disalin dari Group BBM al-Ilmu

Posted with WordPress for BlackBerry.

Mutiara Salaf (Pendahulu Ummat) Tentang Qona’ah

Umar bin Khatthab Rodhiyallohu ‘anhu adalah sosok sahabat mulia yang sangat qona’ah, apabila menginginkan sesuatu beliau berusaha menahannya selama setahun. (al-Mustatrof hal. 124)

Sa’ad bin Abi Waqqash Rodhiyallohu ‘anhu mengatakan: “Wahai anakku, apabila engkau meminta kecukupan, maka carilah dalam qona’ah, sesungguhnya dia adalah harta yang tak akan habis. Dan waspadalah engkau dari tamak, karena hal itu adalah kefakiran yang nyata.” (al-Mustatrof hal. 124)

Ada yang bertanya kepada Abdul Wahid bin Zaid: Kapan seseorang itu dianggap ridho dan menerima? Dia menjawab: “Apabila orang itu bergembira dengan musibah yang ia dapat sebagaimana kegembiraannya ketika mendapatkan kenikmatan.” (al-Mustathrof hal.125)

Fudhail bin Iyadh berkata: “Barangsiapa yang ridho dengan pemberian Alloh kepadanya, maka Alloh akan memberkahi dalam pemberian tersebut.” (Al-Mustathrof hal.125)

Bakr bin Abdullah al-Muzani mengatakan : “Cukup bagimu dari dunia ini engkau berbuat qona’ah di dalamnya sekalipun kehidupanmu hanya makan kurma, minum air, dan hidup di bawah tenda. Acapkali terbuka bagimu sesuatu dari dunia ini, maka jiwamu akan bertambah lelah dengannya.” (al-Qona’ah hlm.40, Ibnu Abi Dunya, lihat pula Min Akhbar as-Salaf hal.155, Zakaria bin Ghulam al-Bakistani)

———————–
Disalin dari bagian akhir salah satu artikel di lenterasunnah.blogspot.com

Posted with WordPress for BlackBerry.